Dunia di Ambang Kehancuran? Tanda-Tanda Kiamat Kian Terlihat
4 mins read

Dunia di Ambang Kehancuran? Tanda-Tanda Kiamat Kian Terlihat

Dunia di Ambang Kehancuran – Sebuah studi terbaru dari Climate Central mengungkapkan dampak signifikan pemanasan laut akibat ulah manusia terhadap intensitas badai Atlantik pada tahun 2024. Menurut laporan yang dirilis pada Rabu (20/11/2024), suhu laut yang meningkat telah memperkuat kecepatan angin maksimum sebanyak 11 badai Atlantik, dengan peningkatan antara 14 hingga 45 kilometer per jam selama musim badai tahun ini.

Penelitian ini menyoroti bahwa emisi karbon dioksida dan gas rumah kaca lainnya menjadi pemicu utama peningkatan suhu permukaan laut secara global. “Emisi dari karbon dioksida dan gas rumah kaca lainnya telah memengaruhi suhu permukaan laut di seluruh dunia,” kata Daniel Gilford, penulis studi tersebut, seperti dikutip dari AFP pada Sabtu (23/11/2024).

Kondisi ini menciptakan badai yang lebih kuat, lebih sering, dan lebih destruktif, memperlihatkan bagaimana perubahan iklim terus memberikan dampak nyata terhadap sistem cuaca di dunia. Musim badai tahun 2024 menjadi salah satu bukti nyata bagaimana aktivitas manusia memengaruhi ekosistem global secara langsung.

Pemanasan Laut Memicu Intensifikasi Badai di Teluk Meksiko

Kenaikan suhu permukaan laut di Teluk Meksiko menjadi salah satu contoh nyata bagaimana perubahan iklim mengintensifkan badai. Emisi karbon yang terus meningkat telah menyebabkan suhu laut di kawasan ini naik sekitar 2,5 derajat Fahrenheit (1,4 derajat Celcius) lebih tinggi dari kondisi normal tanpa perubahan iklim. Akibatnya, badai yang terbentuk menjadi jauh lebih kuat dan lebih merusak.

Beberapa badai yang tercatat pada tahun 2024 menunjukkan dampak ini secara dramatis. Badai Debby dan Oscar, misalnya, berubah dari badai tropis biasa menjadi topan yang sangat dahsyat. Sementara itu, badai seperti Milton dan Beryl naik dari Kategori 4 ke Kategori 5 pada skala Saffir-Simpson, dan Helene meningkat dari Kategori 3 ke Kategori 4.

Kenaikan kategori ini membawa dampak besar, karena setiap peningkatan kategori pada skala badai setara dengan empat kali lipat peningkatan potensi kerusakan. Contohnya adalah Badai Helene, yang tidak hanya menyebabkan kehancuran fisik tetapi juga menjadi salah satu badai paling mematikan dalam sejarah AS modern. Dengan lebih dari 200 korban jiwa, Helene hanya kalah oleh Badai Katrina (2005) sebagai badai paling mematikan yang pernah melanda daratan AS.

Fenomena ini menjadi pengingat nyata akan konsekuensi dari perubahan iklim yang terus berlangsung. Jika emisi gas rumah kaca tidak segera dikurangi, badai yang lebih dahsyat dan mematikan dapat menjadi “normal baru” di masa depan.

Pendekatan Baru Ungkap Dampak Besar Perubahan Iklim terhadap Intensitas Badai

Para peneliti kini memiliki alat analitis baru untuk memahami jalur badai secara lebih mendalam, mengungkapkan bagaimana perubahan iklim secara langsung memengaruhi intensitas badai. Sebagai contoh, pada puncak intensifikasi Badai Milton sebelum mendarat, analisis menunjukkan bahwa suhu permukaan laut yang hangat—penyebab utama badai semakin kuat—menjadi 100 kali lebih mungkin terjadi akibat perubahan iklim. Hal ini juga meningkatkan kecepatan angin maksimum badai hingga 24 mph (sekitar 39 kpj).

Penelitian yang dipimpin oleh Daniel Gilford dan diterbitkan dalam jurnal Environmental Research Climate menemukan bahwa 84% badai di Cekungan Atlantik antara tahun 2019 dan 2023 diperkuat secara signifikan oleh pemanasan laut yang disebabkan oleh manusia. Meskipun studi ini berfokus pada wilayah Atlantik, para peneliti percaya bahwa metode mereka dapat digunakan untuk memahami dampak perubahan iklim pada siklon tropis di seluruh dunia.

Ahli iklim terkemuka, Friederike Otto dari Imperial College London, memuji pendekatan baru ini. Menurutnya, metode tersebut berhasil melangkah lebih jauh dari penelitian sebelumnya yang hanya menghubungkan perubahan iklim dengan curah hujan dalam badai. Namun, Otto juga memperingatkan bahwa badai yang sudah diperparah oleh suhu global saat ini—1,3 derajat Celcius di atas suhu pra-industri—akan menjadi lebih parah seiring suhu meningkat melampaui 1,5 derajat Celcius.

“Skala badai saat ini dibatasi hingga Kategori Lima, tetapi mungkin kita perlu mempertimbangkan untuk menambah kategori baru. Dampak dari badai yang lebih kuat akan sangat berbeda dari apa pun yang pernah dialami sebelumnya,” ujar Otto.

Temuan ini memberikan peringatan penting tentang urgensi untuk mengurangi emisi gas rumah kaca dan memperkuat mitigasi terhadap dampak perubahan iklim, khususnya di wilayah rentan yang sering dilanda badai.

 

Baca juga artikel kesehatan lainnya.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *