Negara Tetangga Tiru Aturan RI, Investor Asing Mulai Resah
Negara Tetangga – Selain Malaysia, Vietnam kini menjadi salah satu negara di kawasan Asia Tenggara yang ramai ‘diserbu’ oleh investor asing untuk membangun fasilitas data center. Hal ini tidak terlepas dari regulasi yang lebih ramah investasi dan upaya pemerintah untuk menarik perusahaan teknologi global.
Menurut laporan dari firma riset BMI, Vietnam memiliki potensi besar untuk menjadi salah satu pemain utama di industri data center di kawasan Asia Tenggara. Dukungan dari pemerintah serta infrastruktur yang semakin berkembang menjadi faktor utama yang membuat Vietnam begitu menarik bagi para investor asing. Dalam beberapa tahun terakhir, Vietnam telah melakukan banyak pembaruan dalam hal regulasi dan kebijakan yang mendukung investasi teknologi dan digitalisasi.
Dengan peningkatan minat dari investor asing dan kesiapan pemerintah untuk mempercepat pembangunan infrastruktur digital, Vietnam berpeluang besar untuk menjadi pusat data yang signifikan di kawasan ini, bersaing dengan negara-negara seperti Malaysia dan Indonesia.
Rancangan Aturan Baru di Vietnam Bikin Asing Ketar-Ketir
Selama ini, raksasa teknologi asing sangat diuntungkan oleh kebijakan bebasnya aliran data lintas negara (cross-border) di Vietnam. Kebijakan ini memungkinkan perusahaan teknologi global untuk mengelola data pengguna dari berbagai negara tanpa hambatan, yang tidak hanya membantu memangkas biaya tambahan tetapi juga diklaim dapat meningkatkan efisiensi layanan mereka.
Namun, kondisi tersebut tampaknya akan mengalami perubahan signifikan. Rancangan aturan baru di Vietnam mengusulkan perlindungan dan penyimpanan data di dalam negeri, yang berarti data pengguna di Vietnam harus disimpan di server lokal. Perubahan ini menimbulkan kekhawatiran di kalangan perusahaan asing, karena akan memaksa mereka untuk menginvestasikan lebih banyak dana dalam pembangunan fasilitas data center lokal di Vietnam. Hal ini dapat menambah biaya operasional dan mengurangi fleksibilitas perusahaan dalam mengelola data di kawasan.
Dengan potensi penerapan regulasi yang lebih ketat terkait penyimpanan data di dalam negeri, investor asing mulai mempertimbangkan ulang strategi mereka di Vietnam. Selain meningkatnya biaya investasi, aturan ini juga berarti perusahaan harus mematuhi ketentuan perlindungan data yang lebih spesifik, yang dapat mempengaruhi cara mereka mengelola data pelanggan.
Vietnam Ikuti Aturan RI Soal Penyimpanan Data: Investasi Asing Ketar-Ketir
Rencana aturan baru di Vietnam terkait penyimpanan data memiliki kemiripan dengan regulasi yang berlaku di Indonesia. Di Indonesia, pemerintah telah menetapkan Peraturan Pemerintah (PP) No. 71 Tahun 2019 yang mewajibkan setiap Penyelenggara Sistem Elektronik (PSE) Lingkup Publik untuk mengelola, memproses, dan menyimpan data elektronik di dalam negeri.
Bagi PSE Lingkup Privat, kewajiban untuk menyimpan data di dalam negeri hanya berlaku untuk data transaksi keuangan (PSTE). Meski demikian, PSE Lingkup Privat tetap diwajibkan untuk berkoordinasi dengan pemerintah, khususnya terkait dengan perlindungan data dan peredaran konten di Indonesia. Hal ini menunjukkan komitmen pemerintah Indonesia untuk melindungi privasi dan keamanan data warganya.
Ke depan, pemerintah Indonesia juga berencana untuk merevisi PP No. 71 Tahun 2019 dengan menekankan aspek penempatan data yang lebih luas di dalam negeri. Revisi ini bertujuan untuk mendukung kebijakan data yang lebih kuat, dan membagi jenis data apa saja yang wajib diletakkan di dalam negeri. Selain itu, diharapkan revisi PP 71 Tahun 2019 juga akan mendorong investasi data center ke dalam negeri dari PSE yang beroperasi di Indonesia, seiring dengan meningkatnya kebutuhan akan infrastruktur digital yang aman dan andal.
Kebijakan penyimpanan data di dalam negeri ini bukan hanya dilakukan oleh Indonesia, tetapi juga sudah diterapkan oleh beberapa negara lainnya, seperti China, Rusia, dan Uni Eropa. Tujuan dari kebijakan ini adalah untuk menjaga privasi data serta menghindari pihak asing yang dapat mengakses informasi krusial yang dimiliki oleh negara tersebut.
Vietnam juga tampaknya akan mengikuti jejak Indonesia dengan memperketat aturan terkait penyimpanan data. Pejabat Vietnam menyatakan bahwa rancangan aturan tersebut telah didiskusikan di parlemen, dengan tujuan untuk memudahkan otoritas dalam mengakses informasi. Rancangan ini juga didorong oleh Kementerian Keamanan Publik di Vietnam, sebagai bagian dari upaya negara untuk memastikan kontrol yang lebih besar terhadap data yang dihasilkan di dalam negeri.
Parlemen Vietnam telah membahas rancangan aturan tersebut selama sebulan dan dijadwalkan untuk disepakati pada 30 November mendatang. Meski demikian, langkah ini membuat platform media sosial dan operator data center mengalami kesulitan dalam menumbuhkan bisnis mereka di Vietnam. Beberapa perusahaan teknologi dari Amerika Serikat (AS) telah memperingatkan pemerintah Vietnam tentang dampak potensial yang bisa terjadi jika aturan soal data tersebut diperketat.
Sebagai informasi, Vietnam dengan populasi 100 juta orang merupakan salah satu pasar terbesar bagi Facebook dan berbagai platform online lainnya. Aturan baru terkait penyimpanan data ini dapat berdampak signifikan pada strategi operasional perusahaan teknologi global yang beroperasi di Vietnam. Dengan semakin banyak negara di Asia Tenggara yang mengikuti langkah Indonesia, tidak mengherankan jika investor asing mulai ketar-ketir dengan regulasi yang semakin ketat terkait data dan privasi.
Vietnam Incar Investasi Data Center, Tapi Regulasi Bisa Jadi Hambatan
Vietnam memiliki ambisi besar untuk menarik investasi asing di sektor industri data center dalam beberapa tahun ke depan. Negara ini berharap dapat mengikuti jejak negara tetangga seperti Indonesia dan Malaysia yang telah menarik banyak perusahaan teknologi untuk berinvestasi dalam infrastruktur digital. Namun, ambisi ini bisa menjadi tantangan besar jika Vietnam bersikeras menerapkan pengetatan aturan terkait penyimpanan data.
Menurut Jason Oxman, Kepala Komite Industri Teknologi Informasi (ITI), rencana pengetatan aturan ini akan membuat perusahaan teknologi—terutama platform media sosial dan operator data center—menghadapi kesulitan besar dalam menyasar pelanggan mereka. “Rancangan aturan itu akan membuat perusahaan teknologi, yakni platform media sosial dan operator data center kesulitan menyasar pelanggan yang bergantung kepada mereka setiap harinya,” kata Jason, dikutip dari Reuters. ITI sendiri merepresentasikan raksasa teknologi seperti Meta, Google, dan operator data center Equinix.
Saat ini, regulasi di Vietnam sebenarnya sudah membatasi transfer data lintas negara (cross-border) dalam kondisi tertentu. Namun, aturan tersebut jarang ditegakkan secara konsisten. Dengan adanya rencana aturan baru, masih belum jelas bagaimana hal ini akan memengaruhi investasi asing, terutama dari perusahaan teknologi besar yang sangat bergantung pada kebebasan dalam pengelolaan dan transfer data.
Sebagai contoh, pada bulan Agustus lalu, Reuters melaporkan bahwa Google sedang mempertimbangkan untuk membangun data center berskala besar di wilayah selatan Vietnam. Namun, diskusi mengenai aturan baru di parlemen membuat perusahaan seperti Google harus mempertimbangkan ulang rencana mereka.
Menurut Adam Sitkoff, Direktur Eksekutif American Chamber of Commerce di Hanoi, aturan baru ini akan menjadi tantangan besar bagi perusahaan swasta yang beroperasi di Vietnam. “Aturan baru ini akan sangat menantang bagi hampir semua perusahaan swasta,” ujar Adam.
Dengan regulasi yang lebih ketat, Vietnam mungkin menghadapi dilema antara menjaga kedaulatan data dan menarik investasi asing di sektor teknologi. Jika aturan ini diadopsi, ada kemungkinan investor asing akan menunda atau bahkan membatalkan rencana investasi mereka karena meningkatnya biaya operasional dan kompleksitas regulasi.
Baca juga artikel kesehatan lainnya.